Multi
Orientasi
Seorang
teman datang dengan perangai aneh. Wajahnya muram dan tampak marah. Ia langsung
membuka pintu kosku dan nyelonong saja masuk. Ia taruh tasnya diatas
kasur.
“aku
numpang leren y! mumet!” katanya. Dan dia langsung ndelosor diatas
kasur.
“kambuh…”,
pikirku.
Dia
salah seorang teman dekatku yang berasal
dari Jawa Timur. Tak jelas kenapa dia mumet dan mukanya kucel kaya baju
belum disetrika begitu. Tapi maklumlah dia aktivis kampus. Aktivis itu orang
langka yang kelakuannya harus ku maklumi. Mungkin di otaknya sedang ada ide
yang cetar membahana sehingga membuatnya ngambruk kaya cucian.
Rengeng-rengeng
terdengar dia bernyanyi “ … dirampas
haknya ... busung dan lapar … ”
Aku
tak begitu hafal dengan lagu yang dia nyanyikan, setauku itu lagu yang biasa
dinyanyikan para temen mahasiswa kalau sedang demo.
“demo
lagi? Ada masalah apa? ”
“kita
hanya bisa demo, habis mau gimana lagi? Kita ngomong tidak didengar. Ya,
terpaksa demo. Kita tidak diberi hak untuk menentukan waktu kita, sudah
dimandori sama pihak kampus.”
Berlebihan.
Itu omongan yang dibesar-besarkan. Wong kita bisa ke toilet kalau kebelet.
Berpuisi di tengah kampus juga boleh. Kelaparan, jajan di kantin tidak ada yang
melarang, asal bayaaar. Prioritas apa ini yang dia bicarakan.
“Maksudnya
apa kita tidak diberi hak untuk
menentukan waktu kita?” aku bertanya kepadanya sambil ku tuang air ke gelas
untuknya.
“kamu
tau sendiri kan, kita wajib hadir 75% dari total kehadiran.” Jawabnya sambil
duduk di sebelahku dan meminum air yang ku tuang. “Glek…glek…” nampaknya dia
kehausan.
“iya,
lha terus masalahnya apa? Malah bagus kan, teman-teman jadi tidak bisa bolos
seenaknya. kamu juga masih punya waktu buat organisasimu ”
“aku
memang punya waktu buat organisasi, aku bisa nglembur ngrembug gawean
bareng teman-teman, tapi waktuku juga
untuk bekerja. Teman mahasiswa lain juga banyak yang nyambi kerja. Itu
kuliah nyata loh. Harusnya kita diberi kesempatan. Kita kan sudah dewasa. Bisa mengatur
waktu, menentukan mana yang harus didahulukan.
Kita
butuh ilmu dari para dosen disana. Tapi kita juga butuh duit dan butuh
pengalaman. Tentu kamu juga sadar persaingan diluar sana sangat ketat. Apa yang
bisa kita andalkan dari ijazah kampus? Kalau tidak punya keahlian ya kita Cuma
bisa gulung ijazah. Tapi meski begitu
kita ini memegang amanah orang tua juga menjadi sarjana. Walaupun banyak juga sarjana nganggur.
Nah sekarang kalau kita perhatikan kewajiban hadir yang 75% itu, kasian mereka kalau
tidak bisa ikut ujian karena
kehadirannya kurang dari 75%? Mereka harus mengulang. Nambah biaya lagi dan lulusnya
tertunda. Padahal ya sebenarnya mereka juga sedang belajar. Belajar di
lapangan. Dan kalau sudah diwajibkan begini
namanya kebebasan kita dibatas-batasi oleh pihak kampus. Betul tidak?”
“hemm…ngono
yo oleh…”
Aku
sepenuhnya mengerti permasalahannya sekarang. Dia mewakili seluruh mahasiswa
yang aktivis maupun yang nyambi kerja untuk menyuarakan tidak setuju ada
kewajiban hadir 75% yang telah ditentukan pihak kampus. Memperjuangkan mereka
yang minoritas. Dia ini memang termasuk mahasiswa yang langka. Kesadaran dan
solidaritasnya tinggi. Namun, terkadang orang salah memahami.
“Tapi
memprihatinkan juga bro, masih
ada teman mahasiswa yang tidak punya motivasi untuk belajar. Kuliah
malas-malasan, bolos kuliah karena lagi galau. Gerimis aja bisa jadi
alasan tidak masuk kuliah. Ujian, tugas nyontek temennya. Kuliah tidak aktif,
organisasi juga tidak aktif. Terus kalau kewajiban hadir 75% di hapus bagaimana
nasib mereka? Memprihatinkan sekali. Tipe-tipe mahasiswa yang begini harus dipaksa
belajar biar terbiasa. Kalau sudah terbiasa harapannya bisa menjadi suka.
Karena belajar kan kebutuhan. Benar tidak omonganku?.”tanyaku padanya.
“ya
Mahasiswa itu memang unik. Mereka pantas menyandang predikat yang bermacam-macam.
Pengangguran pantas, pengusaha pantas, karyawan pantas, pengajar pantas. Dan
mereka juga pantas melakukan apasaja, ngendon di kos, belajar, kerja, minta
uang orang tua juga masih pantes. Karena serba pantas itu mereka jadi punya
banyak orientasi. Ada yang study oriented, pagi berangkat kuliah, siang
pulang. Ada yang kuliah iya, organisasi juga iya, pagi kuliah siang organisasi
sampai malam. Ada yang pagi kuliah sore kerja. Ada yang pagi kuliah, sore
kerja, malam organisasi. Ada juga tidak kuliah, tidak organisasi, dan tidak kerja.”
“naaah…itu.”
“apa?”
“Sekolah
jadi punya tugas yang besar buat mengatasi semua permasalahan itu. Membekali,
memotivasi, membina dan mengkaryakan. Begitu…”