kata teman saya tentang facebook dan angkringan

Bagi orang yang tinggal di daerah Jogja, angkringan tentu bukan istilah yang asing. Bahkan angkringan sudah begitu akrab di masyarakat Jogja. Angkringan adalah warung kecil yang biasanya menjual aneka gorengan dan nasi kucing. Biasanya angkringan mulai buka saat menjelang sore hingga tengah malam. Namun akhir-akhir ini sudah banyak juga angkringan yang buka pada pagi hari. Di daerah Solo, angkringan ini lebih di kenal dengan sebutan “Hidangan Istimewa Kampung” atau HIK. Ada beragam motivasi mengapa orang memilih makan di angkringan. Ada yang karena harganya mungkin relatif lebih miring, namun ada juga yang hanya sekedar ingin mencari suasana santai. Karena makan di angkringan terkesan tidak “formal” seperti di warung makan atau restoran, sehingga terasa santai. Biasanya orang yang membeli makan di angkringan betah duduk berlama-lama. Pasalnya di sana orang pasti akan ngobrol dengan pembeli lainnya. Tema yang di obrolkan tentu akan menyesuaikan dengan kultur pembelinya. Akhirnya, angkringan menjadi arena pertemuan untuk ngobrol dan bersantai ria. Angkringan yang lokasinya di daerah kampus, tentu konsumennya adalah para mahasiswa. Biasanya di angkringan ini para mahasiswa bertemu dan berdiskusi. Tak jarang para mahasiswa berdiskusi tentang perkembangan politik yang aktual, atau tentang berita yang sedang hangat, atau ada juga yang sekedar berbincang masalah pribadi. Ada yang diskusinya bermanfaat namun ada juga yang hanya diskusi kosong. Artinya, tempat pertemuan yang bernama angkringan itu bisa menjadi positif dan bisa negatif. Ada beberapa persamaan antara angkringan dengan facebook, yaitu sama-sama tempat orang bertemu dan berkomunikasi. Walau mungkin bentuknya lain, namun esensinya tetap sama: tempat ngrumpi. Seperti di angkringan tadi, para facebooker pasti akan saling berdiskusi dan bertukar fikiran di wall facebook mereka. Biasanya, temen-temen facebooknya cenderung satu komunitas, seperti temen-temen sekolah, ROHIS, dan lain sebagainya. Maka status-status yang mereka tulis dan diskusikan tentu akan sesuai dengan bagaimana komunitasnya. Maka yang akan menjadi titik pembeda antara facebook yang positif dan negatif adalah: tema yang di diskusikan. Jika facebook di gunakan untuk membicarakan hal-hal yang tak manfaat, membuat gosip, fitnah, SARA, ataupun menyudutkan pihak-pihak tertentu, maka facebook akan menjadi tempat maksiat yang benar-benar nyata. Sebaliknya, jika facebook di gunakan untuk sharing ilmu dan diskusi-diskusi yang bermanfaat, maka facebook akan menjadi sebuah “sekolah maya”. Sama dengan angkringan, jika angkringan menjadi ajang “diskusi ilmiah” sambil bersantai, maka tak bisa di ragukan lagi manfaatnya. Demikian juga sebaliknya, jika angkringan justru menjadi tempat membicarakan hal-hal kotor, minum-minuman keras, dan sejenisnya, maka mendatanginyapun bahkan menjadi haram hukumnya. Jadi semua tergantung bagaimana pemanfaatannya untuk mewujudkan “Facebook sehat, Angkringan sehat”. Hanya saja baru-baru ini penulis mendengar kasak kusuk tentang keuntungan facebook yang sebagian hasilnya di salurkan untuk membiayai tentara Israel menyerang Palestina. Berita ini memang masih simpang siur dan harus di klarifikasi kebenarannya. Sejauh ini penulis belum menemukan artikel atau tulisan yang membuktikan hal tersebut. Jika nanti terbukti demikian apa adanya, maka hukum menggunakan facebook akan menjadi haram secara mutlak.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pelita Kalam Design by Insight © 2009