guruku anakku


Anak2 hanya butuh pembinaan yang sungguh2. Tidak separo2…ketegasan, yang membuat anak jelas mana yang mestinya mereka lakukan, dan sebaliknya…
Beberapa waktu lalu…aku cukup kwalahan menangani anak yang berkata2 tidak pantas. Sehingga sebagian teman sekelasnya terpengaruh menggunakan kata2 itu… sampai ada orang tua wali mengeluhkan ini…
Seolah kata2 itu adalah virus yang siap menyebar kemana-mana..berbagai cara kulakukan untuk menghentikan kebiasaan yang tidak baik ini…
Aku khawatir, aku salah dalam mengatasi masalah ini…
Aku mencoba bertanya kepada beberapa rekan kerja yang sudah lama menghadapi anak2..
Jawab salah satu dari mereka…”memang seperti itu koo..dulu malah ada yang menyelingi doa dengan kata2 seperti itu…”
Astaghfirullohal’adzim…
Ada juga yang bilang…”Dia anaknya memang seperti itu…”
Hmmm….
Aku tidak menemukan solusi.
Kemudian fikirku, lingkungan dirumahnya sangat memungkinkan anak ini bersikap begitu…
Aku mencoba bertanya kepada orang tuanya…
dirumah, anak ini bermain bersama siapa? aku minta maaf, dengan penuh rasa tidak enak aku menyampaikan bahwa anak beliau pernah berkata2 “seperti ini2”,,
ternyata benar, anak  ini bermain tanpa pengawasan ketika sepulang sekolah…
bermain dengan anak2 SD, teman sekampungnya…
aku hanya ingin pembinaan anak disekolah  terpadu dengan pembinaan dirumah…karena  dalam sekolah full day, ini sangat berpengaruh pada anak2 yang lainnya…
aku mencoba pertegas anak2 dengan memberi hukuman…dan tidak ada senyuman dariku…
tapi ternyata tidak semudah itu…
aku harus menjadi sahabat mereka, untuk memberi pembelajaran ini…
aku khawatir, hukuman yang semestinya untuk membina, malah menjadi sebaliknya…seolah2 ustadzah adalah monster yang membuat mereka takut, dan siap melawan kapan saja…
 teman baruku anak psikologi. dia menceritakan salah seorang teman KKNnya yang pernah menghadapi anak nakal yang memang sudah kelewatan…
temennya memberi pelajaran ke anak ini, ketika anak ini memukul, maka temennya ini membalasnya…semua yang dilakukan anak ini kepadanya, dia balas dengan hal yang serupa…sampai pada suatu ketika anak ini memberi hadiah kepada teman KKN temanku ini…semua temannya terheran, karena ternyata yang dilakukannya menghasilkan sebuah perubahan…
mendengar itu aku mencoba untuk menyelaraskan,,,
beberapa anak memang membutuhkan cara penanganan yang berbeda dalam menanamkan akhlak yang baik, hem…penjagaan dari akhlak buruk..
mungkin satu dua anak ada yang bisa diperlakukan seperti itu…tetapi, untuk anak yang lain, bisa jadi itu menjadi  boomerang buat kita…karena melakukan apa yang mereka lakukan,, dengan begitu otomatis akan terlihat kita membenarkan apa yang mereka lakukan, karena apa yang mereka lakukan juga dilakukan oleh gurunya..
aku sebenarnya kurang nyaman ketika aku harus tidak tersenyum dihadapan anak2 karena kecewa dengan apa yang mereka lakukan…kemudian memberi pesan yang mampu mereka mengerti, dengan bahasa mereka..
meskipun tidak nyaman, tapi memang mereka juga butuh itu…agar mereka tau, ketidaksukaan gurunya pasti  karena memang tidak baik untuk mereka..
aku sangat terbantu dengan hafalan yang di hafalkan oleh anak2…seperti hadist menjaga lisan, larangan mencela, menjaga lisan, mencintai saudara, tidak boleh marah, dan yang lainnya…
cukup sederhana, tetapi membuat mereka terdiam ketika diingatkan tentang hafalan mereka…
yang cukup membuatku bangga terhadap mereka, ketika ada temannya berkata tidak baik, dengan sendirinya temannya membacakan hadist tentang larangan berkata keji…
aku cukup nyaman sekarang…
aku sudah jarang mendengar kata2 itu lagi.
Jarang, karena virus itu masih ada, tapi sudah cukup bisa di amankan, dan tidak menyebar lagi..…
aku bilang ketemanku…anak2 itu “ono2 wae” ya…xixi
batinku…
bukan karena mereka nakal…tapi mereka kreatif,,,
baNyak AKAL…
dan kata temenku, sebenarnya mereka tidak sepenuhnya mengerti dengan apa yang mereka katakan..mereka hanya ingin perhatian…
mendengar penyataan ini aku sepenuhnya sepakat, karena mana tau mereka mengatakan yang tidak pantas??mereka belum paham masalah etika.
karena pernah aku mengatakan kepada mereka “itu tidak sopan cah bagooos…”, “tidak sopan itu apa ust??”…”tidak sopan itu tidak baik….” Jawabku…mana mereka ngerti..hehe,,aku jadi sadar…
kita belajar dari mereka…dan kita harus siap menghadapi tantangan berikutnya…haha!!
Read more

apa kataku


Ikhlas memang tidak mudah…tapi satu hal yang mesti kita tau, bahwa apa yang kita putuskan itu adalah  Alloh yang menghendaki…
Kita hanya butuh keberanian untuk memutuskan sesuatu, dan menghadapi segala kemungkinan yang akan  terjadi… dan yang perlu kita yakini,  Alloh yang mampu menolong kita, sesulit apapun bagi kita rintangan yang haruskita hadapi…
Tapi…..yang selama ini kurasakan, yang paling paling sulit kuhadapi adalah mengendalikan diri sendiri  dibandingkan faktor diluar itu…
Mengendalikan untuk tidak menyianyiakan kesempatan, mengendalikan diri untuk kesenangan sesaat, mengendalikan diri untuk menggunakan waktu dengan baik, mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal2 yang tidak pantas dan mengendalikan diri yang lainnya….
Usia bisa saja bertambah…namun keberanian kita untuk memutuskan sesuatu dengan penuh tanggung jawab apakah sudah sering kita lakukan..???
Apakah kebaikan yang kita tau sudah kita lakukan atau malah kita acuhkan???
  Walaupun kebaikan dan kebenaran itu relatif, abu2 bagi masing2 orang…namun kita juga harus menghargai diri sendiri, bahwa kita boleh punya kebaikan, kebaikan menurut cara pandang kita sendiri…urusan benar menurut pandangan orang lain, cukup menjadi  pembelajaran bagi kita nanti…urusan belakangan.
Saat ini adalah bentuk dari proses pembelajaran kita di waktu lalu…pengalaman masing orang berbeda, jadi wajarlah mempunyai kebaikan dan kebenaran dari sudut pandang yang berbeda…
Aku jadi teringat cerita tentang  tiga orang buta yang memegang gajah dari posisi yang berbeda…orang buta yang pertama bilang, gajah itu pipih dan lebar, karena dia sedang memegang telinga gajah…
Orang buta yang ke dua bilang, gajah itu panjang, karena dia sedang memegang belalai gajah,.
Dan buta yang ke tiga bilang, gajah itu besar, karena dia sedang meraba perut gajah.
Ada lagi, cerita tentang orang yang melihat gunung dari arah yang berbeda. Di satu sisi, gunung berupa bebatuan, disisi lain berupa aliran sungai, dan sisi yang lainnya lagi berupa pepohonan…
masing2 mereka tidak salah..walaupun tidak sempurna benar…
seperti   itu juga kita, melihat sesuatu dari  latar belakang masing2. 
Kebenaran  yang sebenarnya hanya datang dari Alloh…dan hanya yang Alloh kehendaki saja yang akan bisa mendekati kebenaran yang sesunguhnya…
Makanyaa…bagi kita, cukup saja belajar , memutuskan dan berbuat, cukup Alloh yang menempatkan posisi kita.
Ikhlas dan tawakal saaajaaa..

Read more

pagi dan penghujung hariku


Untuk menjadi orang yang beda dengan yang lain, akan mustahil jika yang kita lakukan hanya sama saja dengan yang lain…kita bisa mendorong diri sendiri untuk melakukan sesuatu, karena faktor kepercayaan  yang tertanam pada diri kita…
Banyak kata takan merubah apapun, jika tak da dorongan yang kita yakini untuk dilakukan…
Pagi ini aku mencoba berdiam diri sejenak hanya untuk memberi gambaran pada diriku sendiri apa yang akan aku lakukan...tapi tak sejernih hari2 biasanya…anak2 terlalu banyak bertanya pagi ini…10menit tak dapat sepenuhnya milikku…gambaran yang akan ku yakini akan bisa kulakukan jadi tidak teratur dengan rapi. Bismillahi tawakkaltu ‘alalloh…lakhaula walaa quwwata illa billah..
Cerita demi cerita kusampaikan, namun tak seperti cerita biasanya..kali ini aku sangat tidak puas dengan pagiku..jurnal pagiku tak begitu berkesan…jurnal pagi menjadi sangat panjang…karena ceritaku kesana kemari  tak terinci…dan bernyanyi yang seharusnya tidak sebanyak itu..
Amanah ini akan selalu ku jaga…
Yang berada dihadapanku adalah bibit2 yang siap subur dan mewarnai masa depan dengan keshalihan dan kehebatan mereka…
Tanggung jawab,, apa yang bisa ku berikan untuk mereka???
Hemmm….aku hanya butuh kesungguhan ternyata…
Kata salah satu rekan kerja di tempat kerjaku  yang dulu…beliau bilang..”ketika kita menyampaikan sesuatu kepada anak2 kita, kemudian anak2 tidak mendapatkan dampaknya maka bisa jadi ada 3 kemungkinan…
1.       Mungkin hati kita yang tidak ikhlas, dalam arti hatinya tidak bersih..
2.       Anak kita yang yang tidak ikhlas..
3.       Kita dan anak kita tidak ikhlas…
Tidak ada keterikatan antara yang menyampaikan dan yang mendengarkan..” kemudian beliau juga bilang…”orang yang tidak punya tidak akan bisa memberi..”….kata2 blio ini telah menjadi catatan di benakku…
Dari awal hingga akhir dalam melewati setiap waktu mestinya kita selalu perbaharui niat, agar ketulusan itu akan tetap terjaga…sehingga ketika dalam posisi dimanapun kita, disitu ada  pusat pusaran kehidupan kita….dalam jauh ataupun dekat langkah kita, kita tetap pada pusaran yang kokoh…dan kita akan tetap bergerak dengan irama yang indah dan akan selalu terasa indah…
Read more

kaca mata


Terlintas dalam fikiranku, aku tidak dapat jatah liburan semester lagi nanti…huft…padahal aku sudah menyusun beberapa rencana untuk liburan nanti..walaupun hanya 2 minggu…
Lintasan itu bukan tanpa sebab, karena hari ini aku akan pindah kelas lagi, dikelas yang hanya libur hari ahad, dan liburan semester tetap masuk…
Penyesuaian lagi….penyesuaian lagi,,,
fikirku…
memangnya gampang menyesuaikan diri dengan rekan kerja yang karakter berbeda?…dengan metode pengajaran yang tiap kelas berbeda…plus penanganan anak yang berbeda juga..sudah 6x aku berpindah pindah kelas.
tidak seperti di bangku sekolah lagi, ketika tidak bisa bukan menjadi masalah orang lain,…yang nilainyapun hanya berupa angka...bukan pada benak siapapun yang bersama kita...dalam hal ini aku dituntut professional…punya kepekaan yang tinggi, dan  berdiri di atas kaki sendiri…tidak bisa merengek2 untuk dimaklumi,,,hemmmm… beginilah dunianya orang dewasa..-,-“
Tapi ketika dilihat dari frame yang berbeda, maka ini adalah suatu pembelajaran yang hebbbbbaaaaatttt!!! Menantang diri sendiri untuk bisa. Dan yang mendasar yang harus ditanamkan dalam diri adalah tawakal…karena baik buruknya kita, setelah kita berusaha adalah kehendak Alloh…dan satu satunya energy yang paling kuat adalah keyakinan akan pertolongan Alloh…
Aku masih berfikir akan memasuki kelas yang berbeda lagi…dengan teman yang berbeda pula…tapi tidak masalah, seperti apapun permasalahan anak, aku akan sangat mencintai anak2..jadi bukan masalah besar ..
Sebelum jam belajar mulai, ternyata aku masih diminta untuk mengajar di kelas yang lama(…leganyaaaa……)^^, ….aku akan mendapatkan liburan semesterku…(ups, Astaghfirulloooohh….he)
Jam masuk…tanpa babibu,,kelas kubuka dengan penuh percaya diri…karena hatiku tak berkata kata lagi…kembali bersama ali, icha, safiq, dan teman2nya…aku merindukan mereka.., walaupun  aku merindukan anak kelas lainnya juga..
Kegiatan setelah tutup tahun sebenarnya hanya tinggal isi raport… jadi anak tidak terlalu padat kegiatan...jadi cukup santaii..tapi tidak membuatku ngantuk..
Seperti bermain puzzle…puzzle hari ini sudah aku selesaikan…
Dan besok, aku akan merangkai puzzle yang berbeda…
bagiku kepuasan adalah ketika aku mampu memberi  yang terbaik..,
semoga hari esok lebih menyenangkan…dan aku, tetap bisa berkontribusi dengan baik dan memuaskan..amin..
sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain..…
Read more

gerbong usang


Ujian bertubi2 seharusnya tidak membuatku lemah, namun sebaliknya…peka terhadap segala kemungkinan dan tetap tegak dengan kekuatan penuh..sperti tanah liat yang sering di bakar akan  semakin kokoh..
Menghadapi hari esok seperti main tebak tebakan,, sering kali muncul kejutan yang diluar dugaan..tapi aku harus siap..karena inilah jalanku…inilah peluangku mengasah potensi yang di berikan Alloh dengan kasihNya, lengkap dengan media yang cukup untuk membuatku belajar..meskipun terkadang terlontar keluhan dari mulutku…aku yakin, Alloh akan dengan bijak menjawabnya dengan teguran2 yang khas..penuh hikmah dan berimbas sampai ke lubuk hati, dan akan terus terkenang , tak terlupakan.
Tecekat di ujung kataku, untuk menyampaikan, aku tidak suka ini..ini tidak adil, ini tidak pantas, aku tidak mau seperti ini, aku marah, aku benci, dan yang lainnya...
hmmm..
namun cukup diam,
walaupun aku tau diam tidak akan membuat siapapun mengerti..kecuali Alloh tentu saja. Karena dengan  ini orang tidak tau, aku banyak bersikap dalam batinku..tentang sesuatu…
Huf…hanya mengutarakan saja…
Aku teringat waktu masih di pesantren dulu…di sela pelajaran menjahit, aku berbicara banyak dengan salah seorang kawanku  tentang perencanaan masa depan..aku sangat idealis waktu itu…aku ceritakan mimpi2ku kepadanya..dalam percakapan panjang kami, dia lempar pandangannya jauh kedepan..dia bilang.."aku akan seperti air…biar saja nanti hidupku akan membawaku kemana…aku tidak mau banyak rencana, jika tidak sesuai dengan harapanku hanya akan membuatku kecewa..biar saja banyak masukan, agar aku tidak terfokus pada satu pandangan saja…." kita memang tidak selalu sependapat..tapi dalam perjalananku, dia juga inspirasiku…dia sederhana, tapi dia selalu melakukan apa yang dia katakan…itu yang ku suka darinya..

Mendengar itu, waktu itu aku mengerutkan dahi,,maklum saja, waktu itu buku2 yang ku baca adalah tentang teori2 perencanaan masa depan…dan setiap orang mestinya punya visi..supaya tidak mudah terbawa arus, dan bingung di tengah jalan, tanpa arah yang jelas.…disorientasi terhadap harapannya sendiri…
Mengingat itu, sekarang aku malu… aku melihat diriku sekarang …hemmm, masih dalam perencanaan panjangku,, yang tak kunjung ku temui titik terangnya…mungkin orang yang tau akan mengatakan kepadaku, aku idealis…tapi  tidak masalah, perjalanan panjangku tidak membuatku lupa akan harapan2ku yang layak ku perjuangkan, bahkan harus.
Mimpi panjangku…
meski dalam perjalanannya aku berkeluh, menangis, bahkan terbaring tak berdaya..aku akan tetap melangkah kesana…aku cukup berbuat…biar saja Alloh yang menempatkanku pada posisi terbaik bagiNya..

Read more

ali al ghozali....laqob ali baba.. :)



Read more

keutamaan bulan rajab dan sya'ban

AMALAN DI BULAN RAJAB
Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.

Rajab di Antara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (LihatZaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).
Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ
“Tidak ada lagi faro’ dan  ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976). Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.
‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)
Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.
Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab
Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.
Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama  bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsebanyak 70 kali.
Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).
Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang  yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)
Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambiasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)
Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ
“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)
Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:
  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)
Perayaan Isro’ Mi’roj
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Ibnu Rajab mengatakan, “Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”
Abu Syamah mengatakan, “Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Ibnul Haaj mengatakan, “Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)
Catatan penting:
Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan,
“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]“.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab.
(sumber: milist)
Read more

Lir Ilir...

Read more
 

Pelita Kalam Design by Insight © 2009